Sabtu, 31 Januari 2009

RUMAH POTONG SAPI SUMANIAK

Dimasa sebelum merdeka, belum ada Pemerintahan dan Negara Kesatuan ini, Nagari – nagari ketika itu belum berbentuk Pemerintahan Nagari , dan Nagari di pimpin oleh Datuak Palo . Nagari Sumanik menurut sejarah dan asal usul yang jelas dan diterima turun temurun tetapi tidak tertulis, bahwa Nagari Sumanik sejak zaman perjuangan atau dimasa penjajahan sudah menjadi Nagari yang sudah cukup maju dan di kunjungi atau diramaikan oleh orang – orang yang bukan nagari sumaniak saja tetapi Nagari tetangga bahkan sampai Nagari tungkardan situjuah datang ke balai Sumanik pada hari ahad. Balai ahad disamping tempat berjual beli dan bertransaksi serta tempat penjualan berbagai hasil bumi dan komoditi , juga melambangkan seberapa jauh dan kemampuan ekonomi masyarakatnya, ketika revolusi atau di awal abad 19 komoditi atau hasil bumi Nagari Sumanik sangat melimpah seperti cengkeh, padi, kacang tanah, dan lain – lain.
Sebelum abad 19 ( tahun 1900 ) di Nagari Sumanik balai tersebut merupakan balai yang berpencar di Nagari Sumanik seperti : Balai Sangkur, Balai Malintang, Balai Gobah dan balai panjang , kemudian oleh pemuka Nagari Sumanik ketika itu disepakati dijadikan satu balai saja menjadi balai ahad sekarang . Dalam rangka menyatukan tempat bertransaksi dan berjual beli maka jadilah balai ahad yang ramai dan dikunjungi oleh orang dari berbagai Nagari. Sebagai balai yang ramai dimasa itu sudah menjadi tradisi kebanggaan bagi masyarakat umumnya bahkan lebih khususnya orang – orang yang baru kawin yaitu membeli daging yang bukan hanya sekedar untuk di konsumsi hari ini tetapi untuk di cadangkan konsumsi sepekan karena hari balai / pekan berjalan setiap hari minggu.
Oleh karena itu kebutuhan daging sapi / kerbau sangat tinggi waktu itu dan pengunjung balai sangat ramai, sehingga memotong sapi / kerbau setiap pekannya 8 – 10 ekor maka diperlukan sebuah rumah potong untuk melakukan pemotongan hewan tersebut.
Pada mulanya dibuat rumah potong di pinggir balai ahad berukuran 5x6 meter dan disinilah tempat pemotongan hewan serta penjualan daging setiap hari balai dan kondisi itu berlansung puluhan tahun . Melihat perkembangan balai dan berkembangannya permintaan pasar ( khusus daging ) ketika itu , dirasa sangat sempit ruangan rumah potong tersebut disamping tempat menjual daging sapi akhirnya di sepakati untuk membuat rumah potong baru.
Diatas tanah pribadi masyarakat yang di sewa ketika itu dengan daging 1 Kg satu kali pekan dibuatlah rumah potong hewan sapi seukuran 8 x 10 m dan rumah potong ini terletak dengan area balai yang digunakan hanya untuk memotong sapi / kerbau ketika itu di tahun 1916 masehi balai Nagari Sumanik punya rumah potong yang cukup besar dan ini di tingkat nagari. Disekitar kewedaanan salimpaung bahkan di luar dari pada itu Nagari yang mempunyai rumah potong balainya hanya Sumanik dan ini menjadi bukti sejarah bahwa Nagari Sumanik balainya lebih besar dan pengunjungnya ramainya waktu itu. Rumah potong dapat menjadi lambang majunya serta ramainya dan tingkat ekonomi masyarakatnya yang tinggi bahkan dengan menyediakan 8 -10 ekor daging sapi setiap minggu, hari pekan dapat dibayangkan omset balai Sumanik pada masa itu. Besarnya balai Sumanik, banyaknya komoditi serta hasil panen yang dapat dibawa atau dijual dibalai , menunjukan tingkat kesejahteraan , kemakmuran ekonomi masyarakat bahkan dikatakan Sumanik jaya pada masa itu. Kemajuan dan kejayaan Nagari Sumanik dimasa lalu, karena perjalan waktu dan pergeseran zaman serta perubahan paradigma masyarakat serta kemajuan transportasi dan menurunnya sistem pertanian dengan berkurangnya produktifitas bisa jadi penyebab air menjadi berkurang, musim hujan mengalami pancaroba dan teknis bertani yang sudah dijadikan kelinci percobaan , akhirnya balai Nagari Sumanik mengalami penurunan pengunjung dan penurunan omset, balai Nagari Sumanik tinggal sebuah kenangan sebagai Balai Nagari jaya sehinggga balai pada masa sekarang , fungsi rumah potong tersebut sudah tidak ada, tidal lagi ada memotong sapi setiap hari pekan di rumah potong tersebut.
Pada hari ini Pemerintahan Nagari Sumanik melihat dan menyikapi bahwa ex rumah potong balai sumanik yang sudah menjadi gedung tua saksi bisu dan bukti bahwa pernah ada sebuah rumah potong di balai sumanik dimana dulu itu disini di sembelih sapi / kerbau sampai 10 ekor setiap pekannya. Di ex rumah potong itu sebuah bangunan tua yang sudah tidak terawat masih tertulis tulisan tahun 1916 dengan jelas dan tanda ini adalah bukti otentik yang menyatakan bangunan tua itu telah berdiri , digunakan sejak tahun 1916. Dalam hal ini Pemerintahan Nagari menyikapi untuk mempertahankan bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan untuk kelansungannya kemasa depan sebab untuk bukti bagi anak cucu orang sumanik atau generasi penerus sumanik untuk memancing pemikiran , pemahaman tentang Nagari ini , sekarang dan dimasa lalu sebagai bukti kenangan tentang suatu kejayaan, kebesaran dan kemajuan Nagari Sumanik ini dari generasi ke generasi, tinggal dan terpulang kepada generasi sekarang dan generasi masa datang, apakah kejayaan dan kemajuan masa lalu akan berlalu dan hilang, ditelan dan dilanda masa, ataukah ke depan generasi sumanik ini akan berusaha memajukan dan mengulang kembali kejayaan Nagari Sumanik, Pemerintahan Nagari Sumanik dengan segenap komponen, elemen generasi muda serta tigo tungku sajarangan di Nagari sepakat untuk lebih mempetahankan bangunan rumah potong tersebut dan untuk dijadikan museum Nagari tentu perlu di merenovasi di pupuk dan di rawat, hanya pada hari ni Pemerintahan Nagari Sumanik belum punya dana untuk merenovasi tersebut.
Demikian sejarah rumah potong Nagari Sumanik dengan data, penelurusan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Tidak ada komentar: